My Ping in TotalPing.com

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ ٬ اسَّلآمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

AHLAN WA SAHLAN

Selamat berkunjung; Selamat mengikuti dakwah guna meningkatkan pemahaman figh sunah sebagai penambah bekal menuju Kehidupan Islami. Mulai diluncurkan 27 Pebruari 2011, Insya Allah, diposting sambil menunggu panggilan Nya.

وَسَّلَا مُ عَلَيكُمْ وَرَهْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَا تُهُ

Salam Hormatku dan Keluarga

situs fiqh sunah ini : http://aslam5.blogspot.com klik situs aqidah syariah : http://aslam3.blogspot.com

Monday 14 March 2011

007. WALI NIKAH

Bagi segolongan muslim, ada kalanya tidak memahami siapa yang berhak menjadi wali nikah bagi anak perempuannya. Karena sesungguhnya, setiap anak perempuan harus dinikahkan oleh wali; bisa ayah kandung, bisa wali hakim. Kekeliruan mengambil wali dapat menjadikan pernikahan batal demi hukum Islam.


Sesudah tausiah berakhir, Gojèl dan isterinya masih tinggal di masjid; keduanya ingin minta pendapat; oleh Bahjedun, keduanya diajak ke rumah, supaya pembicaraan lebih fokus. Isteri Bahjedun menyilahkan keduanya duduk di teras, sementara Bahjedun masuk ke dalam; tak lama kemudian, isteri Bahjedun keluar lagi membawa senampan kopi dan pisang goreng, penganan kesukaan Bahjedun. Usai bicara sana-sini, Gojèl menyampaikan maksud kehadirannya; “Pak”; begitu Gojèl mulai bicara. Lalu diteruskan, “Saya mau memberi tahu, mungkin Bapak belum tahu”; berhenti sejenak, Gojèl nampak termangu, sepertinya mengatur nafas untuk memilih kata-kata; lalu katanya, “Begini, sebenarnya anak perempuanku itu, anak tiri. Ketika aku menikahi janda kembang ini”; begitu lanjut kisah Gojèl sambil memandang isterinya; lalu diteruskan, “Dia tidak cerita kalau punya satu anak perempuan, yang dirawat neneknya. Setelah neneknya wafat, anak itu minta sekolah di kota; barulah isteriku bicara soal anak itu. Saya bisa menerima kehadirannya, karena saya sudah cinta abis dengan maknya”. Berhenti sejak, lalu kata Bahjedun, “Itu kan bagus; artinya kamu bisa tetap rukun sekalipun baru tahu punya anak tiri. Lalu apa persoalannya?” Pertanyaan ini tak segera dijawab; diambilnya sebatang rokok, disulutnya. Lalu katanya, “Persoalannya, siapa yang akan menjadi Wali Nikah? Hubungan isteriku dengan mantan suaminya tidak seomongan lagi. Bagaimana jalan keluarnya?”
Setelah merenung sejenak, Bahjedun mengemukakan, “Rasulullah  ص bersabda yang dibukukan menjadi Hadis yang diriwayatkan Imam Hambali ر, Tidak syah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil. Hadis inilah yang menjadi rujukan Madzhab yang banyak dianut masyarakat kita, yaitu Madzhab Syafi`i, Hanafi dan Hanbali. Para Jumhur Fiqh membagi wali menjadi dua; pertama, Wali `Ijbar; wali yang berwenang penuh atas perwalian seseorang; yaitu Ayah, Ayah dari Ayah dan Garis lurus keatas. Kedua, Wali Ikhtiyar atau Wali Mukhtar; wali yang mempunyai wewenang karena dipilih atau ditunjuk oleh Wali `Ijbar”; berhenti sejenak, lalu diteruskan, “Kamu harus minta ayah anak itu menjadi Wali Nikah; kalau tidak mau, mintalah surat penyerahan kepada Petugas KUA sebagai wali nikah bagi anaknya; petugas ini menjadi Wali Ikhtiyar”; setelah berhenti sesaat, lalu dikatakan, “Kenapa ayah memiliki wewenang penuh sebagai Wali Nikah? antara lain dapat ditelusuri dari QS Al Qashash (28):27,
الزَّانِي لَا يَنكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ (٣)
Ayat ini menegaskan, Berkatalah dia (Syu`aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu, Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"; berhenti sejenak, Gojèl dan isterinya disilahkan minum dan mencicip pisang goreng. Lalu dikatakan, “Melalui ayat ini Allah س mengisyaratkan dengan cara sangat halus, ayah adalah Wali Nikah yang syah dan menjadi keharusan. Karena itu, sudah sepatutnya semua lelaki yang seharusnya menjadi ayah dari janin yang disemai, baik dalam ikatan pernikahan atau diluar ikatan itu, harus bertanggung jawab sebagai Wali Nikah untuk menikahkan anak perempuannya; tanpa mempertimbangkan bentuk kesalahan ibu dari anak perempuan itu dan apapun bentuk hubungan dengan perempuan yang telah melahirkan bayinya. Sekalipun pasangan perkawinan itu adalah haram jadah, maka ayah kandung atau penyemai benih janin harus menjadi Wali Nikah. Bila ayah kandung sudah meninggal, adik laki-laki dari ayah berkewajiban menjadi Wali Nikah; bila ia seorang kafir, maka harus diwalikan oleh saudara kandung ayah yang mukmin”.
Mendengar penjelasan ini, Gojèl dan isterinya saling berpandangan; lalu isterinya diminta menemui mantan suaminya, bagaimanapun caranya untuk mendapat surat penyerahan perwalian kepada Petuga KUA untuk menjadi Wali Hakim. Lalu diteruskan, “Dalam Hadis tadi juga ditegaskan, selain ada Wali Nikah juga harus menghadirkan dua orang saksi; kesalahan yang sering terjadi, ya diambil saja saksi dari Pegawai KUA. Padahal yang dimaksud dengan saksi itu adalah orang yang mengetahui secara persis, bahwa anak perempuan yang dinikahkan adalah anak kandung dari orang yang menyerahkan perwalian kepada Wali Hakim”; keduanyapun mengangguk-angguk. Setelah mendapat penjelasan ini, keduanya pamit dan tak lupa isteri Gojèl kirim salam untuk Bu Bahjedun.

No comments:

Post a Comment